Bab 1
Pendahuluan
1.1
Latar belakang penelitian :
Kami melakukan penelitian ini didasari oleh
keprihatinan kami atas rusaknya moral generasi muda. Kurang taat dalam
kehidupam beragamanya yang diakibatkan oleh majunya teknologi atau apa yang
biasa kita sebut modernisasi.
1.2 Rumusan masalah :
1.
Masalah yang kerap kali timbul dalam modernisasi adalah
sikap kurangnya sportifitas.
2.
Sebagian besar
dari kita akan melupakan suatu kewajiban yang seharusnya kita jalani baik dalam
kehidupan beragama bermasyarakat maupun berumah tangga. Tetapi, biasanya
masalah itu lebih banyak menyangkut ke
masalah agamis.
1.3 Tujuan penelitian :
Tujuan penelitian yang kami lakukan adalah untuk
mencari suatu pembuktian maupun solusi untuk mengatasi masalah modernisasi
dalam agama, Selain itu, tujuan kami selanjutnya adalah belajar dan
mengetahui cara memperbarui pemahaman Islam dengan berjuang membebaskan
negri-negri Islam dari penjajahan dalam bentuk apapun. Jadi dimasa modernisasi
yang akan datang kita hrus melakukan perbuatan yang tidak boleh keluar dari
norma-norma Islam.
1.4 Metode penelitian :
Metode penelitian kami menggunakan
cara berikut:
1. Melakukan surfey
2. Mengeplikasikan intisari buku
3. Mewancarai dari berbagai pihak
4. Menambah pengetahuan penulis sebagai pelengkap
1.5 Manfaat atau kegunaan penelitian :
1.Sebagai penambah pengetahuan
bagi pembaca, agar pembaca tidak salah pengertian tentang agama islam.
2.Media memperluas wawasan
1.6 Sistematika penelitian :
1. Menentukan
tema
2. Menentukan
judul
3. Membuat
kerangka
4. mengumpulkan
data
5. Mengolah data
6. Melakukan
penelitian
7. Menuankan hasil pengolahan data dan hasil survey dalam bentuk tulisan
yang dapat dipertanggung jawabkan.
BAB 2
PILIH AGAMA ATAU MODERNISASI
2.1 Pengertian agama dan modernisasi
Perkembangan zaman yang dihadapi manusia dewasa ini
membuat mereka lupa akan agamanya. Manusia di zaman ini lebih banyak disibukan
oleh persoalan-persoalan pribadi, kesibukan mengurusi pekerjaan, bisnis, dan
larut dalam materialisme dan hedonisme. Inilah fenomena masyarakat yang hidup
di zaman modern. Dengan kata lain, kehidupan atau peradaban modern seakan-akan
menjauhkan manusia dari nuansa religiusitas.
Jika ditelisik lebih jauh peradaban-peradaban masa
lalu (peradaban Islam pada masa Rasul dan para sahabat) sangat memiliki
keyakinan dan keterikatan erat terhadap nilai-nilai agama. Namun pada era ini,
nilai-nilai tersebut terpinggirkan. Hal ini dibuktikan dengan fenomena-fenomena
yang terjadi pada masyarakat modern, turunnya harga diri manusia, wanita-wanita
yang rela mengorbankan kehormatan demi kesenangan dan uang, krisis kejujuran
merupakan ciri dari terpinggirkannya nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan.
Dengan kata lain, dalam peradaban modern manusia telah menuhankan diri sendiri
dan menjauhkan diri dari nilai-nilai spritual serta terjebak dalam kenikmatan
duniawi.
Peradaban modern sering dipandang sebagai peradaban
Barat. Manusia dari berbagai penjuru memandang peradaban Barat dengan penuh
kekaguman dan berusaha untuk menirukannya. Bahkan peradaban tersebut dijadikan
standar dan parameter kemajuan manusia.
Memang tidak sepenuhnya salah jika memandang
modernisme berasal dari barat, tetapi untuk menjadi manusia modern tidak mesti
mengikuti pola kehidupan masyarakat Barat. Menjadi modern berarti mampu
menguasai ilmu pengetahuan, sains dan teknologi tetapi tetap dilandaskan pada
nilai-nilai keagamaan, sehingga pengamalannya selalu bermuara pada keseimbangan
yaitu perpaduan antara nilai-nilai ketuhanan dan ilmu pengetahuan, ilmu dengan
iman atau ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan iman dan taqwa (IMTAQ).
Artinya, setiap umat Islam harus mampu memadukan nilai-nilai religiusitas dalam
bingkai modernisme, bukan sebaliknya, larut dalam kehidupan atau peradaban
modern.
Kata modern yang dikenal dalam bahasa Indonesia jelas
bukan istilah original melainkan “diekspor” dari bahasa asing (modernization),2
berarti “terbaru” atau “mutakhir” menunjuk kepada prilaku waktu yang tertentu
(baru).3 Akan tetapi, dalam pemaknaan yang luas modernisasi selalu saja
dikaitkan dengan perubahan dalam semua aspek kawasan pemikiran dan aktifitas
manusia sebagaimana kesimpulan Rusli Karim,4 dalam menganalisis pendapat para
ahli tentang modernisasi.
Secara teoritis di kalangan sarjana Muslim mengartikan
modernisasi lebih cenderung kepada suatu cara pandang meminjam defenisi Harun
Nasution,5 modernisasi adalah mencakup “pikiran, aliran, gerakan dan usaha
untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan
sebagainnya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi”.
Sedangkan Fazlur Rahman,6 sarjana asal Pakistan
mendefenisikan modernisasi dengan “usaha-usaha untuk melakukan hormonisasi
antara agama dan pengaruh modernisasi dan westernisasi yang berlangsung di
dunia Islam” dan Mukti Ali,7 tepat disebut disebut mewakili sarjana Indonesia
mengartikan modernisasi sebagai “upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan
rasional untuk mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan melakukan
adaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang
berlangsung”.
Di kalangan orientalis sendiri (Gibb dan Smith),8
menilai reaksi modernisasi yang dilakukan di dunia Islam lebih cenderung
bersifat “apologetis” terhadap Islam dari berbagai tantangan yang datang dari
kaum kolonial dan misioneris Kristen dengan menunjukkan keunggulan Islam atas
peradaban barat, dan juga modernisasi dipandang sebagai “romantisisme” atas
kegemilangan peradaban Islam yang memaksa Barat untuk belajar di dunia Islam.
Akan tetapi, sesudah itu Barat bangun dan maju, bahkan dapat mengalahkan dan
mengusai dunia Islam sehingga menarik perhatian ulama dan pemikiran Islam untuk
mengadopsi kemajuan Barat tersebut termasuk modernisasinya.
Sehingga dengan demikian jelas dari perspektif historis
harus diakui bahwa istilah modernisasi ini untuk pertama kali diperkenal bukan
oleh sarjana Muslim didunia Islam melainkan oleh sarjana Barat dalam konteks
gejala keagamaan atau lebih tepat disebut sebagai suatu aliran yang muncul dari
tubuh agama Kristen dengan munculnya gerakan “pembacaan baru” terhadap doktrin
kegamaan supaya terkesan lebih sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi,10
dan sangat dimungkin kalau para modernis awal di kalangan dunia Islam sangat
terinspirasi dari gejolak modernisasi keagamaan yang dihembuskan oleh Martin
Luther (?) abad 16.11
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
modernisasi dalam arti material adalah sebuah proses yang membawa pengembangan
ekonomi dan penciptaan kesempatan bagi masyarakat untuk menikmati kemajuan
teknologi dan ilmu pengetahuan. Modernisasi tidak hanya mencakup aspek material
semata, namun juga meliputi aspek intelektual dan spritual. Oleh karena itu,
perpaduan antara modernisasi dan Islam adalah keniscayaan
Agama merupakan tuntunan hidup. Dengan adanya agama
kita dapat melakukan perbuatan dengan batasan norma-norma. Jika tidak didasari
oleh agama, manusia akan bertindak semaunya yang akhirnya akan menyebabkan kekacauan dan
runtuhnya modernisasi di era globalisasi yang akan datang. Jika dipahami lebih
mendalam Islam pun termasuk agama yang modern (baru) dibandingkan dengan
agama-agama samawi lainnya. Hal ini dibuktikan terhadap penolakan kehadiran
Islam di tengah-tengah masyarakat arab kala itu, yang telah menganut agama
pagan.
Walaupun modernasasi Islam terletak dalam bidang agama,
tetapi Islam tidak pernah melarang umatnya menjadi modern dalam arti ahli
dibidang sains, justru umat Islam diharuskan ahli dalam bidang tersebut agar
tidak tertinggal dari Barat. Karena, pengetahuan atau sains yang dikembangkan
Barat banyak diadopsi dari para pemikir Islam. Misalnya, ilmu kedokteran
berasal dari Ibn Shina, teori evolusi dimunculkan terlebih dahulu oleh
Jalaluddin Rumi sebelum Darwin, al-Biruni jauh-jauh hari sebelum copernicus
telah mengatakan bahwa bumi mengelilingi matahari, dan sebagainya. Artinya,
untuk menjadi modern bukan dengan mengikuti budaya-budaya yang dikembangkan
oleh Barat, tetapi menciptakan sesuatu yang baru dalam bidang sains (apapun
bentuknya) yang dapat diamalkan dan dimanfaatkan bagi kehidupan orang banyak.
Peradaban modern yang hadir sekarang ini harus dipahami
sebagai perubahan zaman yang tidak bisa terelakkan dari kehidupan manusia. Akan
tetapi, manusia tidak harus larut dalam peradaban seperti ini. Justru manusia
harus mampu meramu peradaban modern dengan nuansa religiusitas, sehingga
peradaban ini tidak selalu diartikan dengan hedonisme, materialisme dan tidak
menjadikan kehidupan masyarakat barat untuk menjadi rujukan.
Sejak abad ke-18 umat Islam mengalami kemerosotan
setelah gagalnya berbagai gerakan Islam untuk membangkitkan umatnya. merosotnya
Islam terjadi karena kelemahan dalam memahami Islam dan akhirnya kita hidup
terjajah oleh Negara-negara penjajah
yang kafir dalam sistim menglami kemunduran yang drastis.
pemahaman-pemahaman Islami dijelaskan berfokus pada
tiga pemahaman, yaitu pemahaman yang terkait dengan akidah Islami, syariah
Islam, dakwah Islam. Didalam akidah Islam menjelaskan bahwa setelah tiadanya
manusia, alam semesta dan kehidupan nanti akan ada hari kiamat sekaligus hari
perhitungan. Karena itu, manusia wajib menjalani kehidupan didunia ini sesuai
perintah-perintah dan larangannya. syariah Islam itu ada untuk diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat bukan untuk kenikmatan berfikir seperti filsafat.
Dan yang terakhir adalah dakwah Islam. Pembahasan
dakwah Islami disini dimaksudkan untuk
menjelaskan metode mencapai kekuasaan. Pada materi Thariq al-Iman dijelaskan
bagaimana metode memperoleh keimanan yang benar, yaitu diperoleh dengan jalan
berfikir cemerlang (mustanis), bukan lewat jalan wijdan (naluri) semata. Dengan
kata lain, akidah Islam hendaknya didasarkan pada naluri fihri.
Jadi dimasa modernisasi yang akan datang kita harus
melakukan perbuatan yang tidak boleh keluar dari norma-norma Islam.
2.2 Permasalahan agama yang timbul
Pembangunan
dan kemajuan dunia modern menekan segi material dengan hanya memperkuat
motif-motif keserakahan, kecemburuan social, ingin menguasai sendiri, dan
motif-moif yang sangat mendahulukan kepentingan pribadi. Tradisi
masyarakat sekarang dapat kita lihat
melalui layar dan berbagai media cetak serta realitas kehidupan masyarakat,
baik yang berada di kota-kota besar Negara barat yang merupakan perwujudan puncak dunia modern maupun
berbagai daerah di Indonesia.
Merosotnya
iman
sebagai akibat proses sekularisasi, hidup menjadi remah dan tidak
bermakna jika
tidak bergelimang harta. Selain itu, muncul tanda-tanda kehancuran
nilai dan moral, yaitu meingkatkan hubungan seks diluar pernikahan
dengan
menjamurnya tempat-tempat
pelacuran, orang tua memperkosa anaknya,
meminta pertolongan kepada benda-benda gaib dan roh-roh halus dalam
rangka
membantu menyelesaikan masalah hidupnya.
Seringkali akibat tuntutan masa kini
yang serba cepat dan mendadak manusia lupa akan kewajibanya sebagai umat
beragama.
Hedonisme dan materialisme merupakan musuh besar
manusia, karena keduanya menawarkan kesenangan yang berujung kepada pelupaan
makna dan kehadiran agama dalam kehidupan manusia. Hedonisme menganggap
kesenangan sebagai sebuah agama sementara materialisme beranggapan bahwa
kehidupan yang berlimpah materi merupakan segalanya dan ujung dari materialisme
adalah menafikan sesuatu yang bersifat non-materi, yaitu Tuhan.
Kehidupan modern seperti inilah yang harus
ditinggalkan oleh umat Islam, karena kehidupan seperti di atas kering secara
spritual. Dengan kata lain, dalam kehidupan ini (hedonisme dan materialisme) manusia
mulai memandang dirinya sebagai pembawa makna tertinggi dalam dunia dan ukuran
bagi segalanya. Kehidupan dan kemuliaan harkat manusiawi memudar. Akhirnya
dunia kehilangan dimensi manusiawinya dan agama kehilangan dimensi spritualnya.
Ketika dimensi kemanusiaan dan spritualiatas hilang
maka yang timbul adalah malapetaka, tindak kejahatan dan musibah yang sering
terjadi dinegeri ini boleh jadi dikarenakan rasa kemanusiaan dan makna
spritualitas agama telah hilang.
Prinsip hidup bahwa yang kuat yang menang dan yang
lemah yang kalah seakan-akan telah menjadi rujukan yang benar dan sangat
bernilai dalam hidup ini. Karenanya, sangat wajar jika penindasan semakin
meningkat.
yang terjadi
didalam umat beragama islam yang sebagian besar kurang berpedoman kepada
Al-Qur’an, terutama dikalangan anak remaja.
Masalah-masalah agama yang timbul
dimasyarakat. Syaikh An-Habhani menelaah fakta perbuatan manusia dari segi
apakah manusia dipaksa untuk berbuat (Musayyar) atau diberi hak pilih
(Mukhayyar). Fakta menunjukan, ada 2 jenis perbuatan manusia, pertama:
adakalanya manusia itu musayyar, misalnya ia tidak bisa terbang dengan tubuhnya
sendiri atau ia mengalami suatu kecelakaan diluar kuasanya.
Segala
perbuatannya
atau fakta saat manusia berstatus musayyar inilah yang disebut Qadha.
Yang menetapkan Qadha adalah Allah dan tidak akan
dihisab tentang Qadha dari Allah itu tidak juga perhitungan dosa dan
pahala.
Kedua: adakalanya manusia nukhayyar misalnya ia makan nasi mencari
nafkah
dengan jalan mencuri dll. Sesuai dengan kehendak sendiri.
Disinilah manusia
dikatakan telah memanfaatkan Qadar,
yakni karakter khusus yang melekat pad segala sesuatu, misalnya ingin memiliki
harta ( hubbut tamalluk) pada naluri manusia yang menetapkan Qadar adalah
Allah, namun manusia tetap akan dihisab tentang pemanfaatan Qadar, dan ada
perhitungan dosa dan pahala. Sebenarnya
kita telah terbawa oleh arus negatif artinya kita tidak dapat
mengendalikan perilaku-perilaku yang menyimpang.
Contoh : 1). Para pemuda yang senang
berjudi
2). Para pemuda yang senang merokok
3). Para pemuda yang senang menggunakan obat-obat terlarang.
Mereka
tidak menyadari bahwa perilaku tersebut bertentangan dengan norma agama
yang akhirnya akan merusak generasi
penerus dimasa yang akan datang.
Kehidupan
seperti ini sangat tidak sesuai dengan nafas Islam. Sebagai sebuah agama, Islam
selalu memerintahkan kepada umatnya untuk berbuat baik terhadap sesama dan
melestarikan alam ini.
Perintah
ini menunjukan bahwa tolong menolong, saling menghargai, tidak menjadi perusak
alam merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan ini, sehingga akan berwujud
kepada kehidupan yang aman, damai dan sejahtera
2.3 Faktor penyebab modernisasi dalam agama
masalah-massalah politik dan sosial, sementara agama mengurusai
masalah kerohanian, moral dan kebatinan.
Pandangan Al-Jabiri ini tampaknya diciptakan
berdasarkan pengamatannya yang mendalam terhadap realitas objektif kebanyakan
negara-negara Arab. Jadi pandangannya didasarkan kepada nasionalisme Arab.
Ada saja orang yang mengatakan kembali ke Islam
artinya kembali ke jaman onta. Ada juga yang mengatakan jika kembali ke
Islam kita akan mundur beberapa ratus tahun ke belakang. Seolah-olah jika kita
menjalankan aturan Islam secara kaffah harus meninggalkan
semua teknologi yang kita miliki. Tentu saja pendapat tersebut keliru.
Dilihat dari sisi historis saja pendapat tersebut
jelas kesalahannya. Sebab pada masa yang lalu justru Islam adalah pemimpin
dunia dalam urusan sains dan teknologi.
Ada dua kemungkinan mengapa pendapat seperti seperti
itu muncul. Mungkin berasal dari keinginan melecehkan Islam. Atau mungkin
timbul dari pemahaman Islam yang kurang sempurna.
Sebagai contoh, saya pernah mendengar cerita dari
teman yang entah benar atau salah. Katanya dahulu seorang syaikh Arab menolak
alat bor minyak bumi dengan alasan bid’ah Masuknya kebudayaan luar yang ada di
Indonesia. Kontak kebudayaan tersebut akan berpengaruh dampak positif dan
negatif.
Pengaruh positifnya adalah transformasi ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pengaruh negatifnya mereka luar negri. Dari masuknya
kebudayaan luar kita harus menyaring dan memilih sisi positifnya serta membuang
sisi negatifnya.
Orang yang sudah tidak mempunyai kesadaran lagi
biasanya berbuat sesuatu tanpa perhitungan, tidak peduli apakah pebuatannya tiu
akan menghancurkan didrinya sendiri atau tidak.
“Ketika hati orang-orang kafir sudah dicekam
kesombongan yaitu kesombongan jahiliyah,
Allah menurunkan ketenangan kepada rasul-nya dan kepada orang-orang yang
beriman. Allah mewajibkan kepada mereka keharusan bertaqwa, dan mereka itu
memang patut dan berhak memiliki ketaqwaan. Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.” (S. Al-Fath : 26)
Salah satu penyebab lainnya adalah:
-kecanggihan teknologi yang sangat pesat sehingga banyak masyarakat yang
melupakan kewajiban beragamanya.
-kurang disiplinya generasi muda dalam menjalankan kewajibanya yang
berakibatkan para pemuda selalu mengulur waktu untuk kewajibannya.
-kuatnya arus globalisasi
-tidakada rasa istiqomah dalam
menjalankan kewajiban
-kurangnya rasa tanggung jawab dalam diri generasi muda sehingga banyak
generasi muda yang saling memfitnah satu sama lain.
Para ahli sosiologi pernah mengklasifikasikan
masyarakat menjadi masyarakat yang statis dan dinamis. Masyarakat statis
merupakan masyarakat yang mengalami sedikit sekali perubahan dan perubahan pun
berjalan lambat.
Adapun masyarakat dinamis merupakan masyarakat yang
mengalami berbagai perubahan secara cepat. Oleh karena itu, pada masa tertentu,
suatu masyarakat dapat dianggap sebagai masyarakat yang statis, sedangkan
masyarakat lainnya dianggap sebagai masyarakat yang dinamis. Segala perubahan
yang terjadi tidak terlalu berarti kemajuan (progress), namun dapat pula
berarti sebagai kemunduran (regress).
Saat ini ketika teknologi komunikasi semakin modern,
teknologi komunikasi banyak mempengaruhi terjadinya perubahan. Informasi
semakin lama semakin mudah didapat dan komunikasi pun menjadi lebih mudah
dilakukan.
Penemuan-penemuan baru di bidang teknologi yang
terjadi di suatu tempat dapat dengan cepat diketahui oleh masyarakat lain yang
jauh dari tempat tersebut.
Sejumlah ahli sosiologi mengemukakan pendapatnya
tentang perubahan sosial. William F. Ogburn tidak memberikan pengertian
konkrit, apa itu perubahan sosial. Menurutnya, perubahan sosial mencakup
unsur-unsur kebudayaan, baik yang materiil maupun yang immaterial, terutama
menekankan pengaruh yang besar dari unsur-unsur kebudayaan materiil terhadap
kebudayaan immaterial.
Adapun Mac Iver lebih senang membedakan antara
utilitarian elements dan cultural elements yang didasarkan pada
kepentingan-kepentingan manusia yang primer dan sekunder. Semua kegiatan dan
ciptaan manusia dapat diklasifikasikan ke dalam kedua kategori tersebut.
Sebuah mesin ketik, alat pencetak, komputer atau
sistem keuangan merupakan utilitarian elements karena manusia tidak
menginginkan benda-benda tersebut secara langsung memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
Walaupun benda-benda tersebut dapat dipakai untuk
memenuhi kebutuhannya. Cultural elements merupakan ekspresi dari jiwa yang
terwujud dalam cara-cara hidup dan berfikir, pergaulan hidup, seni
kesusastraan, agama, rekreasi, dan hiburan.
2.4 Hubungan
modernisasi dengan persoalan agama yang timbul
Di Indonesia,
reaktualisasi lebih berciri mengedepankan penafsiran, menyimak dan mengkaji
lembali Al-QUr’an dan nilai-nilai yang pernah dipraktikan Rasul Muhammad SAW.
Seningga dipastikan proses modernisasi itu berjalan dengan susah dan penuh goncangan
dinamika . dinomika modernisasi itu selain berhadapan secara intern terhadap
kelompok umat islam taradisional yang memegang teguh adat tradisional yang pernah mereka anut. Juga harus
berhadapan dengan kekuatan bangsa lain
yang berusaha meredam gerakan modrnisasi itu. Disinilah proses modernisasi di
Indonesia mendapat tantangan yang sungguh-sungguh sangat berbeda dibandingkan dengan Negara- Negara Islam
lainnay yang memperjuangkan gerakan modern.
Adapun sebab-sebab secara kongkret mengenai timbulnya
pembaruan Indonesia, antara lain:
1.
Campur aduknya hubungan kehidupan beragam dalam islam
2.
Aktivitas misi katolik dan protestan yang dikembangkan
oleh penjajah dan missionaries pasca kemerdekaan.
3.
Keadaan politis, ekonomi, sosial, pendidikan (Secara
umum) sebagai akibat adanya keadaan Indonesia yang sangat lama menjadi negri
penjajah
Berdasarkan sebab-sebab diatas, maka usaha untuk
mengembalikan ajaran agama islam dan umatnya kepada nilai dan propasi
sebenarnya. Dan hal ini merupakan proyek modernism pasca kemerdekaan. Ada
beberapa hal harus dilakukan antara lain:
1.
Membersihkan paham Islam di Indonesia dari segala
pengaruh, tradisi budaya, dan pola pikir yang keliru.
2.
Reformasi Sistim dan ajaran-ajaran pendidikan Islam
3.
Mempertahankan Islam dari pengaruh dan
serangan-serangan dari luar, terutama penyusupan pahan yang sangat halus namun
amat berbahaya terhadap doktrin Islam, baik ketika mau melepaskan diri dari pengruh penjajah maupun setelah fase
merdekaan.
kemajuan teknologi terutama dalam
dunia kedokteran, seringkali ditemukan kasus-kasus pemindahan anggota badan
baik dari manusia yang sudah mati maupun yang masih hidup kepada pasien,
seperti pemindahan ginjal, tranfusi darah, jantung, rambut, dan lain-lain.
Padahal pemindahan anggota badan baik berupa pencangkokan, tranfusi, donor dan
lain sebagainya merupakan konsekuensi
logis dai kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan.
Proses pemindahan itu secara medis biasa
dilakukan terhadap orang yang masih
hidup dan orang yang sudah mati. Yang terjadi didalam umat beragama islam yang
sebagian besar kurang berpedoman kepada Al-Qur’an, terutama dikalangan anak
remaja.
Kesadaran
harus mulai terwujud bagi manusia yang hidup pada zaman modern ini dengan
menyadari betapa pentingnya mewujudkan kehidupan yang baik dengan tidak selalu
mengartikan dan memahami modernitas dengan gaya dan standar hidup masyarakat
barat dan harus diingat bahwa setiap budaya yang muncul dalam suatu negeri
memiliki pola dan corak yang pasti berbeda dari negeri lainnya, oleh karena itu
mengapresiasi budaya dalam negeri sendiri dengan memberikan corak-corak
keislaman lebih baik daripada mengadopsi budaya yang lahir dari negeri lain
(Barat) dan menjadikannya sebagai ukuran maju atau mundurnya suatu bangsa.
Menjadi modern berarti harus mampu mengapresiasi
nilai-nilai budaya baik lama ataupun baru dan yang muncul dari manapun dengan
nilai-nilai agama atau nilai-nilai keislaman. Dengan kata lain, modernisme yang
tidak didasari dengan nilai-nilai ketuhanan akan membuat manusia yang hidup di
zaman ini menjadi mahluk yang kering secara spiritual. Moderasi Beragama
Dalam penelitian Ronald C Wimberley dan James A
Christenson (1976) di Carolinia, 70% menyatakan mereka setuju bahwa hak asasi
manusia berasal dari Tuhan, bukan hanya diperoleh dari hukum. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa masyarakat tersebut memiliki tingkat keberagamaan atau
keimanan yang cukup tinggi kepada Tuhan. Tetapi keimanan tersebut tidak
diekspresikan dengan identitas keagamaan yang formal.
Mereka lebih menghayati agama sebagai nilai-nilai
etik. Hal yang sama juga ditunjukan dalam upacara kenegaraan, seperti
pelantikan Presiden yang mengandung nuansa sakralitas agama. Pelantikan
tersebut seakan ingin mengungkapkan bahwa seorang kepala negara tidak semata
bertanggung jawab kepada rakyat yang telah memilihnya, melainkan juga kepada
Tuhan.
Kehidupan agama yang bersanding manis dengan negara
(modern nation-state) mencerminkan bahwa nilai-nilai agama selaras dengan
kemajuan. Terkait dengan itu, moderasi beragama yang selama beberapa tahun
belakangan gencar dilakukan oleh tokoh-tokoh agama di Indonesia, merupakan
upaya untuk lebih mempromosikan nilai-nilai agama, terutama yang berkaitan
dengan semangat berbangsa dan bernegara. Kesalahan dalam beragama tidak semata
ditunjukkan dengan tingkat kerajinan membaca al-Quran, melainkan juga
kepedulian terhadap masalah bangsa. Jika saja moderasi ini mendapat dukungan
besar dari seluruh lapisan masyarakat baik yang beragama Islam ataupun
non-Islam, maka agama akan semakin berkorelasi positif dengan kemaslahatan dan
kemajuan sebuah bangsa.
Selain itu, kecanggihan teknologi masa kini sudah
menyangkut hubungan dengan Al-Qur’an.
Contohnya banyak pemilik komputer masa kini yang sudah memiliki CD Al-Qur’an,
tidak hanya bisa menampilkan ayat-ayat Al-Qur’an tetapi juga bacaan, dan
terjemahan, lengkap dengan berbagai penafsiran para ulama yang dinukil dari
berbagai kitab tafsir.
Penggunaan CD dan kaset Al-Qur’an menjadi masalah,
lantaran Al-Qur’an atau lebih tepatnya mushaf sebagaimana diungkapkan penanya
mempunyai beberapa khususiyah, atau keistimewaan yang tidak dimiliki oleh kitab
atau buku lain. Salah satunya adalah tidak boleh disentuh dalam keadaan tidak
suci.
Berdasarkan dalil akli itu yang digunakan untuk
memahmi bukti-bukti empiris, akan diperoleh keimanan kepada adanya Allah, bahwa
Al-Qur’an merupakan kalamullah, dan bahwa Muhammad SAW adalah rasul Allah
ketiga perkara inilah yang selanjutnya menjadi dasar penetapan dalil nakli
(Al-Qur’an dan As-Sunnah) untuk mengimankan perkara-pekara yang gaib seperti
adanya hari kiamat, surge, neraka, malaikat, jin, setan, dsb. Pada masa lalu,
teknologi yang dibawa Barat cukup mengagetkan umat Islam.
Pada masa
kekagetan itu, umat Islam kebingungan dalam menyaring segala sesuatu yang
berasal dari Barat. Akibatnya timbul tiga gologan. Gologan pertama melarang
segala sesuatu yang datang dari Barat karena berasal dari kaum kafir. Ada
golongan yang menerima semua yang berasal dari Barat dengan alasan agar Islam
jadi maju. Ada juga yang menyaring mana yang sesuai dengan Islam mana yang
tidak.
Itu kata yang sering diungkapkan menghadapi
modernisasi yang dibawa Barat. Namun apa alat saring yang tepat bagi umat
Islam? Yang pasti bukan budaya Indonesia yang tidak jelas. Bagaimana tidak
jelas. Budaya Indonesia berbeda dari Sabang sampai Merauke. Mau budaya Aceh?
Budaya Bali? Atau malah budaya Papua? Semua budaya itu berbeda dengan
kekhasannya masing-masing. Tapi tentu saja bukan dengan budaya Arab. Bahkan
semuanya harus ditolak bila tidak lolos saringan Islam.
Banyak pihak menyudutkan Islam dengan mengatakan Islam
identk dengan keterbelakangan dan menolak modernisasi. Pandangan ini tentu
salah sebab Islam anti keterbelakangan dan kebodohan. Islam sangat mendorong
sekali jika yang disebut modern itu adalah kemajuan iptek.
Namun jika yang dimaksud akhirnya mengkiblat/membebek
kepada kebudayaan barat ini (westernisasi) adalah sebuah kekeliruan. Sebab,
saat ini banyak orang latah bahwa orang dikatakan ’modern’ jika berperilaku dan
bersikap seperti orang barat. Sebaliknya, disebut kuno jika tidak mengadopsi
demokrasi dan HAM’ atau tidak bergaya hidup seperti orang barat yaitu hedonis,
permisif, materialis dan bebas (liberal). Jika modern dimaknai sebagai
pembaratan seperti ini maka Islam ’menolak’ modernisasi.
Islam melalui syariatnya bukan akan menghentikan
modernisasi (dalam arti kemajuan teknologi, sains, sarana dan prasarana
penunjang hidup), melainkan meletakkan modernisasi agar tetap dalam kerangka
pengabdian kepada Allah. Bila modernisasi diartikan sebagai pengembangan
madaniah, yakni produk-produk teknologi yang bersifat material guna peningkatan
mutu, keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam kehidupan manusia (baik dalam
bidang komunikasi, transportasi, produksi, kesehatan, pendidikan, perumahan,
makanan, pakaian dan sebagainya), Islam sama sekali tidak keberatan.
Hal itu akan diteruskan, bahkan akan ditingkatan oleh
Islam. Artinya, manusia boleh saja menggunakan semua perangkat hasil
pengembangan sains dan teknologi. Hanya saja, pola kehidupannya baik dalam
konteks kehidupan pribadi, keluarga, maupun masyarakat haruslah tetap dalam
koridor syariat.
Yang dikembangkan Islam bukanlah modernisasi yang
memurukkan derajat manusia sebagaimana kini terlihat dalam kehidupan Barat,
yang telah menghalalkan yang diharamkan Allah dan mengharamkan yang
dihalalkan-Nya. Melainkan Modernisasi yang akan memuliakan manusia
2.5 Cara mengatasi
masalah modernisasi agama islam
Cara mengatasinya dengan cara
istiqomah. Karena, jika manusia itu memiliki iman yang kuat maka ia memiliki
pendirian yang teguh dan kecanggihan teknologi bisa dimanfaatkan dengan
sebaiki-baiknya. Jika manusia itu tidak memiliki iman yang kuat maka ia tidak
memiliki pendirian yang teguh dan mudah terjerumus. Dan kecanggihan teknologi masa kini bisa menjadi
dampak yang buruk baginya. Selain itu harus kuat iman karena dengan kuatnya
iman insya Allah kita tidak akan terbawa oleh arus negatif. Banyak orang yang
mengartikan bahwa modernisasi adalah zaman untuk bergaya, padahal dalam
pandangan islam modernisasi ialah batasan yang tidak boleh keluar dari norma-norma
Islam.
Selain
cara tersebut, bisa dilakukan dengan
member dasar pendidikan keimanan. Contoh:
1. Setelah anak
lahir disunatkan azan di telinganya, ini adalah awal dari pendidikan keimanan.
Dari sejak dini hendaknya orang tua
memperkenalkan kehidupan yang
bernapaskan islam sehingga anak tidak akan asing dengan tradisidan budaya islam
yang dijumpai didalam rumahnya atau pada lingkungannya.
2. Mengajarkan
kalimah La ilaha illallah. Riwayat dari Al-Hakim dari ibnu Abbas r.a. dari nabi
SAW. Ia berkata:”Permulaan kalimat yang harus diajarkan kepada anak-anakmu
ialah kalimat La ilaaha illallah”.
3. Anak sejak mulai
berakal hendaknya dikenal dengan apa-apayang tidak haram dan apa-apa yang
haram. Hadist dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir dari Ibnu Abbas ia
berkata:”lakukan ketaatan kepada Allah dan takutlah kemaksiatan kepada Allah,
printah putramu agar menjalankan printah dan menjauhkan diri dari larangan,
yang serupa itu adalah pembentengan bagi mereka dan bagi kamu dari neraka”.
4. Memperkenalkan
suasana semangat (gemar) salat sedini mungkin, mengajarkan mulai umur tujuh
tahun
5. Sejak dini perlu
dididik agar timbul rasa cintanya kepada Rasul SAW. Kepada ahli baitnya dan
suka membaca Al- Qur’an. Hadist riwayat Thabrani dari Ali r.a. bahwa nabi saw.
Berkata:”Dididiklah anakmu atas tiga hal: Mencintai nabinya, mencintai ahli
baitnya dan membaca Al-Qur’an, bahwa Al-Qur’an itu berada dibawah naungan Arasy
Allah bersama-sama dengan para Nabi dan hambanya yang suci pada hari tidak ada
naungan kecuali hanya naungan Allah”.
6. Para ahli
pendidikan sependapat bahwa setiap anak lahir dalam fitrah tauhid, dalam akidah iman pada
Allah dan dalam keaslian suci dan
bersih, bila sejak dini mendapatkan pendidikan baik maka akan tumbuh dengan
baik.
2.6 Menjadi muslim yang modern
Menjadi muslim yang modern dengan cara memiliki
tradisi masyarakat Islam, yaitu shalat Isya, bangun tengah malam untuk shalat
malam (sahalat tahajud/ Hajat), kemudian shalat subuh, selesai menunaikan
sahalat subuh mempersiapkan diri unut mncari nafkah, sesudah itu shalat dhuha,
selanjutnya berangkat mencari nfkah apa pun jenis pekerjaan yang sesuai dengan
nilai-nilai islam . contoh lain, yaitu seorang laki-laki muslim tiak boleh berdua-duaan dengan wanita lain
yang bukan muhrimnya, wanita muslim tidak boleh menampakkan perhiasan / keindahan tubuhnya dan berdandan ala
dandanan “jahiliyah”.
Pandangan hidup muslim adalah sebagai berikut:
1.
Tujuan hidupnya, yakni semata-mata mencari ridha Allah.
Pandangan ini akan membuat manusia kuat pendiriannya, yakni tidak mudah
terpengaruh oleh perubahan social yang bertentangan dengan tujuan hidupnya
2.
Funsi hidupnya, ykni sebagai khalifah dimuka bumi, yang
diberi tanggung jawab untuk menegakkan kebenaran dan membasmi kemungkaran.
3.
Tugas hidup, yakni melaksankan perintah Allah da
menjauhi semua larangannya.
4.
Alat hidup, yakni harta yang dicarinya merupakan alat
hidup untuk mencapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi, maka dalam mencari harta,
ia tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Islam sehingga hartanya digunakan
sebagai sarana Ibadah kepada Allah.
Sesungguhnya masyarakat Islam yang benar adalah
suatu masyarakat yang membela adab
asusilanya yang sejati dan tradisinya yang asli sebagaimana ia membela tanah
airnya supaya tidak diduduki musuh,
membela kehormatannya supaya tidak
dinodai, membeladan melindung kekayaannya
supaya tidak dirampok/ dikorupsi dan membela harga dirinya supaya tidak
dilerehkan. Sebagai masyarakat Islam, hendaknya menjauhi dan terperdaya dengan
tradisi-tradisi yang menyesatkan.
Islam mengembangkan sikap yang terpuji dan menolak
serta meluruskan sikap yang tercela. Perubahan dapat terjadi akibat pemahaman
dan penghayatan nilai-nilai Al-Qur’an, serta kemampuan memanfatkan dan
menyesuaikan diri dengan nilai-nilai dan hokum-hukum Islam. Kita mengetahui
bahwa setiap mayarakat, setiap kesatuan kebudayaan mengalami perubahan,
termasuk budaya yang dianggap paling stabil pun mengalami perubahan. Misalnya
kode etik, kode hokum dan budaya perayaan agama. Perubahan masyarakat dapat
terjadi akibat kecenderungan untuk menyimpang dari ajaran pokok Islam
sebenarnya terletak dalam diri kaum muslimin.
Bagi mereka yang hidup jauh setelah sepeninggalan Nabi
Muhammad SAW mengalami kesulitan sehingga keadaan menjadi berubah yakni umat
Islam kembali kepada kehidupan primitif/ ajaran tradisi dipengaruhi oleh paham
tradisi setempat. Setelah satu faktor utama penyebab rusaknya kehidupan Islam adalah munculnya
kesesatan ke dalam Iman dan prajtik ajaran Islam yang dilakukan oleh para
pemeluknya.
Arus globalisasi bisa menjauhkan dari agama. Baik itu
agama Islam atau agama yang lainnya. Oleh karena itu, kita harus memiliki Salah satu ciri manusia yang modern yaitu disiplin.
Dengan adanya
rasa disiplin maka manusia itu terbiasa
memanfaatkan waktu dengan sebaik- baiknya. Ciri lainya adalah
bertanggung jawab. Dengan adanya rasa tanggung jawab di dalam masyarakat.
Maka masyarakat itu akan mempunyai rasa tanggung jawab
untuk memenuhi kewajibannya masing-masing dan berani bertanggung jawab jika ia
mempunyai salah. Dan dengan cara memiliki sifat tersebut kita bisa menjadi muslim yang modern yang
tidak ketinggalan zaman.
Bab
3
Penutup
3.1 Simpulan :
1.
Walaupun arus globalisasi dan modernisasi deras
mengalir membanjiri jalan pikiran manusia, tetapi Setiap orang pasti memiliki
agamanya masing-masing.
2.
Agama harus lebih di utamakan dari segalanya. Kehidupan
didunia hanyalah sementara, karena Kehidupan akhirat adalah kehidupan yang
abadi yang lebih kekal dari pada
kehidupan didunia.
3.2Saran :
1.
Walaupun kita sebagai individu yang mengikuti
perkembangan zaman tetapi sebagai seorang muslim yang baik kita harus tetap
menjadikan agama sebagai landasan hidup dan tidak menjadikan ego kita sebagai
penuntun hidup, karena ego kita seringkali bertolak belakang dengan norma norma
yang berlaku.
2.
Sebaiknya kita harus bisa membagi waktu dengan
sebaik-baiknya. Dengan maksud, jika pada saatnya beribadah gunakanlah waktu itu
untuk beribadah, janganlah gunakan waktu itu untuk kepentingan yang lain. Karena
biasanya, penyesalan itu akan datang pada saat akhir.
Daftar Pustaka
-
Rahmat, Jalaludin. 1994. Keluarga muslim dalam
masyarakat modern. Bandung: Rosda
-
Mahfudh, Sahal. 2003. Solusi Problematika Umat.
Surabaya: Ampel Suci
-
al-ghazaliy, Muhammad. 1993. Fiqush sirah. Bandung:
pt. alma‘arif
-
Billah Arif, Muhammad. 2006. Memperbarui Pemahaman
Islam. Jakarat:Hizbut Tahrir Indonesia
-
Al-jawi Shiddiq, Kiai Haji Muhammad. 2006.
Merekonstruksi Sistim Kehidupan Islam. :Hizbut Tahrir Indonesia
No comments:
Post a Comment