Semua Bisa Terjadi
Siang itu
cuaca sangat panas, ku berada dalam sebuah ruangan bersama 40 murid ialah
teman- temanku, dan seorang guru fisika kelas 3 SMA. Beliau menerangkan sebuah
materi yang tak ku mengerti. Apa mungkin karena aku yang tak cukup pintar?, apa
guruku yang tak cukup tuk dapat menjelaskan pada murid- muridnya?, Atau mungkin
karena faktor cuaca yang sangat panas?.
Sungguh saat itu aku ingin cepat pulang kerumah. Beberapa menit kemudian. Terdengar suara kebebasan, ialah bel pulang sekolah yang membuatku merasakan semangat mendadak. Ku segerakan untuk memasukkan buku- buku dan alat tulis, bersiap untuk berdo’a sebelum pulang.
Sungguh saat itu aku ingin cepat pulang kerumah. Beberapa menit kemudian. Terdengar suara kebebasan, ialah bel pulang sekolah yang membuatku merasakan semangat mendadak. Ku segerakan untuk memasukkan buku- buku dan alat tulis, bersiap untuk berdo’a sebelum pulang.
Hari pertama
perjalanan menuju rumah baruku, ku tempuh dengan berjalan kaki. Kurang lebih 10
menit waktu yang ku butuhkan. Tiba ditengah perjalanan, ku melihat seorang
perempuan yang sedang meratapi sebuah pohon. Dengan telapak tangan menyentuh
kulit pohon dan menunjukkan ekspresi sedih dengan senyuman, ku rasa ia sedang
mengenang sesuatu. Masa bodoh saat itu, dan ku lanjutkan perjalananku.
Keesokan
harinya, seperti biasa ku menerima materi pelajaran dari guru- guruku hingga
bel pulang sekolah terdengar. Sama seperti hari kemarin, ditengah perjalanan
menuju rumahku. Ku melihat perempuan tersebut sedang meratapi kembali pohon
yang ia lihat kemaren. Muncul sebuah pertanyaan dalam fikiranku, bahwasaannya
apa yang ia rasakan?. Sejenak ku terhenti dari langkahku dan ku lanjutkan
kembali dengan rasa penasaran dalam diri.
Hari ketiga
perjalanan menuju rumah baruku. Ku masih melihat dia melakukan hal yang sama.
Karena rasa penasaran yang tak terbendung, akhirnya ku dekati perempuan
tersebut. Wajahnya tampak terlihat manis, bersih dan putih. “maaf, hmm.. kamu
sedang ngelakuin apa?”,tanyaku. “menunggu kembali” jawabnya. Reflek matanya
membuka lebar setelah ia menjawab pertanyaanku, mungkin ia terkejut. Mungkin
secara tak sadar ia menjawab pertanyaanku tadi. “eh, kamu siapa?” tanyanya. “kamu
ga sah takut! Hmm.. saya Fauri, temen-temen biasa manggil saya Uri. Saya baru
pindah rumah di RT 02. Kalo boleh tau nama kamu siapa?” tanyaku. “aku Anisa”
jawabnya. “Hmm.. kalo setiap pulang sekolah, saya sering ngeliat kamu disini
sambil kamu ngeliatin pohon ini. Kayanya kamu lagi ngerasa sedih banget, kaya
kehilangan sesorang? Maaf ya.. kalo saya ikut campur sama urusan kamu. Habisnya
saya penasaran banget?” kataku. Dia menundukan sedikit pandangan &
kepalanya suatu tanda benar ia sedang merasakan kesedihan. “hmm.. kalo kamu ga
mau cerita juga ga pa pa, itu hak kamu ko. Yaudah saya pulang duluan ya? Oya,
Jangan terlalu larut dalam kesedihan nis, ga ada guna buat kamu dan masa depan
kamu, cukup jadikan sebuah kenangan aja. Dah ya nis..”. ku gerakan kakiku
kembali menuju rumah. Masih dengan membawa rasa penasaran tentang dirinya dan
kisahnya.
Hari
keempat, dia masih melakukan hal yang sama. Saat itu, ku berniat untuk
menyelidiki kisahnya dan mencoba mencabut duri hatinya. Tak kuasa hanya
memandang, tak tega ku melihatnya. Kembali ku dekati perempuan tersebut.
“Anisa!” sapa ku. “oh,, kamu, ada apa ri?”. “lagi apa nis?” tanyaku. “oh,, ga
lagi ngapa- ngapain ri, baru pulang?”. “iya nis, hmm.. Anisa, boleh minta nomer
hp kamu ga?” pintaku. “buat apa?” tanyanya. “ya.. sayakan baru disini, jadi
saya belum tau daerah sekitar sini. Kalo butuh sesuatu atau ada apa- apa
sekitar sini, saya mau nanyanya ke kamu. Soalnya baru kamu yang saya kenal
disini.. sekalian mempererat silaturahmi.. hehehe”. Akhirnya ia pun memberikan
nomer handphonenya.
Malam
harinya, saya dan Anisa saling bertukar pesan melalui handphone. Berawal dari sebuah pertanyaan seputar daerah rumah
baruku, hingga akhirnya ku ketahui kisahnya. Tersentuh hati saat ia
menceritakan sebagian kisahnya. Ternyata selama 2 tahun, ia belum bisa menerima
Riki meninggalkannya untuk selamanya. Perenggutan nyawa Riki terjadi karena
sebuah kecelakaan yang menewaskannya. Riki adalah sahabatnya yang selalu ada
untuknya. Dan pohon yang ia ratapi adalah semua kenangan tentangnya. Anisa
menyayanginya, dan belum sempat rasa ini ia sampaikan padanya. Tak kuasa hanya
berdiam diri, niat hati untuk mencabut duri hatinya semakin kuat. Akhirnya ku
berikan beberapa motivasi untuknya.
Keesokan
harinya, ternyata ia masih melakukan hal yang sama. Mungkin motivasi yang
kuberikan kurang berpengaruh padanya. Ku dekati kembali dirinya. “Anisa? Kamu
masih..” belum sempat ku teruskan, dia sudah memotong. “ya, ku masih
memikirkannya.”. “Pohon ini..” belum sempat ku teruskan kembali, dia sudah
memotong, “ya.. disini tempat kami bermain, biasa makan berdua membawa makanan
dari rumah masing-masing, berpura- pura berkeluarga, terkadang belajar bareng,
terkadang saling ejek, terkadang nangis bareng, sering ngejailin orang.. kamu
liat ini? (ditunjukannya ukiran lambang cinta dengan namanya dan nama
sahabatnya) ini salah satu saksi bisu, kami yang membuatnya. Awalnya hanya
sekedar iseng untuk canda dan tawa, tapi kini menjadi suatu rasa yang nyata
untuku , kami biasa bermain disini. Canda, tawa, seolah- olah tak ada duka.
Hingga dia meninggalkanku untuk selamanya. Tempat ini hanyalah sebuah kenangan”.
Ketika ia mengatakan hal tersebut, ku tahu dibalik senyumannya adalah bendung
tangis air matanya. Kembali ikut terlarut dalam kesedihan, tak bisa berkata
banyak. Yang ku katakan saat itu hanyalah “jangan terlalu larut dalam kesedihan!”
dan meninggalkannya, karena mungkin ku akan menangis jika terlalu lama disana.
Mencoba
mencari jalan keluar, terlintas dalam fikranku untuk bertemu dengan Riki lewat
alam mimpi. Sebelumnya, belum pernah kuhadirkan seseorang yang belum pernah ku
lihat sebelumnya secara langsung. Aku bisa menghadirkan seseorang dalam mimpiku
yang sudah pernah kulihat secara langsung dan aku dapat bebas memimpikan
siapapun. Itu yang membuatku berfikir aku bisa menghadirkan Riki dalam mimpiku.
Akhirnya kucoba meningkatkan ilmu kebathinan yang kumiliki untuk ketercapaian
keinginanku. Biasa ku lakukan kurang lebih 45menit pada malam hari, kini kurang
lebih 90menit. Ku lakukan pada pukul 00.00- 01.30 WIB hingga hajatku tercapai.
Hari demi
hari ku lewati. Dan aku belum bertemu dengan Riki. Banyak yang ingin ku
sampaikan padanya mengenai Anisa. Ku belum pernah melihatnya tersenyum dari
hati yang tersenyum. Senyum bibirnya masih menjadi penutup duka hatinya. Jika
saja dia tidak seperti ini, aku pun tidak akan melakukan hal yang seperti ini.
Kini, tersenyumnya hatimu adalah keberhasilanku. Hingga suatu saat Anisa masuk
rumah sakit, dari yang ku dengar. Dia mencoba melakukan praktek bunuh diri.
Beruntung dia berhasil diselamatkan. Pantas saat itu Tidak seperti biasa yang
kulihat. Dia tidak ada ditempat dimana ia biasa meratapi pohon tersebut.
Sungguh kekecewaan yang mendalam jika ia berhasil melakukan praktek bunuh diri.
Hingga pada
malam kesebelas, setelah ku melakukan suatu peningkatan ilmu kebathinan. Dalam
mimpiku, Ku berada disebuah tempat yang luas hingga seseorang melangkah
kearahku. Kulihat dia seorang anak laki- laki yang sepertinya sepantar
denganku. Dia tersenyum padaku, wajahnya cerah & dia mendekatiku. Saat itu
aku tak bisa berkata apapun. “sampaikan padanya, jangan bersedih untuku! Ku
merasakan kesediahan ketika kamu sedih, ku ingin kamu bahagia. Aku damai jika
kamu bahagia. Kamu tau akan sesuatu? Sungguh ketika kamu berteriak dalam tangismu
karenaku, ku merasa siksa. Teriakan tangismu adalah pecutan yang kuterima dan
itu tidak akan berhenti hingga kamu berhenti menangis. sungguh saat itu sakit
yang kurasa. Jangan berfikir untuk mengakhiri semua ini, ku tak ingin kamu
sengsara disini. Kuatkan iman mu, perbanyak amal ibadahmu! Aku juga sayang
kamu”. Lalu dia menunjukan sebuah daun yang telah terbelah secara vertikal.
Setelah ia menunjukan daun tersebut, langsung kuterbangun dari mimpi.
Siang
harinya, setelah bel pulang sekolah terdengar. Bergegas ku menemui Anisa. Dia
kembali berada ditempat yang dimana ia biasa meratapi sebuah pohon yang
memiliki kenangan- kenangan indah bersama Riki. “Anisa” sapaku. Kumendekatinya,
“tadi malam ku bermimpi seorang anak laki- laki, dia menunjukan sebuah daun
yang telah terbelah secara vertikal. Ku rasa itu ada hubungannya dengan kamu?”.
Setelah ku katakan itu dia terkejut, “Benarkah? Apa yang ia katakan?” tanyanya.
Akhirnya ku ceritakan semuanya. Setelah kuceritakan semuanya, dia hanya terdiam
dan perlahan air matanya membasahi pipi. “dia Riki, setiap hari dia sering
memetik satu daun dan membelahnya menjadi setengah. Lalu dia memberikannya
padaku. Itu kebiasaannya, entah apa maksudnya? Maafkan aku (masih menangis)”.
“mungkin jika saya benar, daun yang ia belah masih berwarna hijaukan? Mungkin
itu melambangkan kesejukan, kedamaian. Coba lihat diatas, dedaunan melindungimu
dari panas. Bukankah itu menyejukanmu/ Dan setengah daun yang kamu terima, itu
adalah sesuatu yang ia bagi. Dia ingin kebahagiaan bersama.” Kataku. Dia
menghapus air matanya, ia tersenyum, dan senyumannya belum pernah ku lihat
sebelumya. Sepertinya senyuman ini yang ingin ku lihat. “hmm.. Anisa, saya
kasih tau kamu akan sesuatu. Kamu ga bisa yang namanya mempercepat kematian
atau menunda kematian, jikalaupun kamu berhasil melakukan bunuh diri. Hanyalah
pelepasan raga dan ruh kamu. Jadi ruh kamu tetep masih didunia, sampai saatnya
tiba saatnya kamu meninggal. Itulah sesunggunya ruh kamu kelangit. Bunuh diri,
itu hanya memperparah keadaan kamu. Yang menggenggam jiwa bukan kamu, tapi Yang
Maha Kuasalah yang menggenggam jiwamu”.
Semenjak
kejadian itu, semuanya berubah menjadi lebih baik. Ku mulai semangat menjalani
hidup, mencari jalan keluar setiap ku temukan permasalahan. Dan Anisa kini
tidak lagi meratapi sebuah pohon dengan kesedihan. Dia lebih sering telihat
ceria bersama orang- orang yang ia kenal. Kini tidak hanya wajahnya yang manis,
bersih, dan putih. Tapi jiwa yang terang mengubah kehidupannya menjadi jauh
lebih baik. Inilah keberhasilanku. Karena prinsipku “selama jantungku masih
berdetak, ku percaya di dunia ini tidak ada yang tak mungkin”.
No comments:
Post a Comment